Senin, 04 April 2011

STRATEGI PENGATURAN ARSIP STATIS PADA LEMBAGA KEARSIPAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN AKSES DAN MUTU LAYANAN ARSIP STATIS KEPADA PUBLIK

Oleh : Drs. Azmi, M.si

Pengaturan Arsip Statis
Schellenberg (1961) menyebutkan dua tujuan utama pengaturan arsip
statis, yakni melestarikan arsip yang bernilai guna kebuktian (to preserve their
evidential value) dan mendayagunakannya agar dapat diakses dan dimanfaatkan
secara optimal oleh masyarakat/publik (making them accessible for use).
Meskipun konsep Schellenberg sudah lama, namun konsep tersebut menurut
penulis masih tetap aktual dan relevan untuk diterapkan dalam pengaturan arsip
statis di Lembaga Kearsipan (Pusat dan Daerah) pada saat sekarang.
Menurut penulis untuk mencapai tujuan pengaturan arsip statis, seperti
yang dimaksudkan oleh Schellenberg, maka Lembaga Kearsipan perlu memiliki
konsep atau strategi pengaturan arsip statis. Dengan strategi ini, arsip statis hasil
akuisisi atau transfer dari lembaga pencipta arsip akan diatur dengan kontrol
ilmu kearsipan, standard deskripsi, dan koordinasi kerja yang ketat. Kemudian
ditopang dengan aspek pendukung berupa peralatan yang standar, SDM yang
profesional, dan ruang kerja yang representatif. Dengan sistem kerja ini arsip
statis sebagai input akan menghasilkan output berupa informasi yang otentik
dan reliabel, sehingga dapat diakses dan dimanfaatkan oleh masyarakat/publik.
Alur pikir strategi pengaturan arsip statis pada Lembaga Kearsipan dalam
upaya meningkat akses dan mutu layanan arsip statis kepada publik dapat
digambarkan dalam model, seperti di bawah ini.

Model Strategi Pengaturan Arsip Statis pada Lembaga Kearsipan
1. Ilmu Kearsipan (Archival Science)
Mengolah arsip adalah mengolah informasi, sehingga dalam
pengolahannya memerlukan pengetahuan khusus di bidang kearsipan.
Pemahaman akan konsep, teori dan prinsip-prinsip kearsipan statis harus
dijadikan pijakan bagaimana informasi arsip statis diolah. Ilmu kearsipan
berperan sebagai unsur kontrol pelaksanaan pengaturan arsip statis. Pengaturan
arsip statis tanpa didasari ilmu kearsipan akan menjadikan informasi arsip statis
sebagai informasi pada umumnya (pustaka/museum), bukan lagi sebagai
informasi yang unik.
Dari sisi kultural, arsip memiliki karakteristik yang berlainan dengan
produk pustaka. Schellenberg (1956) menyebutkan dua perbedaan mendasar,
yaitu cara keduanya tercipta dan cara bagaimana keduanya dikelola. Kekhasan
arsip adalah tercipta atau terakumulasi sebagai akibat langsung dari kegiatan
fungsional, sehingga arti pentingnya terletak pada keterkaitan organis dalam
hubungannya dengan instansi pencipta (creating agency) dan naskah lainnya.
Produk pustaka tercipta karena kreativitas budaya dalam bentuk informasi utuh
dan terlepas hubungan antara naskah satu dengan yang lain.
Perbedaan dasar tersebut mendasari perbedaan teknis pengelolaan arsip,
baik mengenai proses akuisisi, pengolahan informasi dan deskripsi. Akuisisi arsip
selalu terkait dengan sesuatu pencipta dan kaitan antarnaskah, sementara
produk pustaka dapat diperoleh dari berbagai sumber yang masing-masing
berdiri sendiri. Pengolahan informasi arsip mengacu kepada dua hal secara
terpadu, yakni fungsi dan aspek substansi, sehingga bersifat organik. Sementara
pengaturan informasi pustaka mengacu pada substansi secara murni. Pada aspek
deskripsi, arsip bersifat multilevel sehingga dituangkan dalam bentuk sarana penemuan arsip (finding aid : senarai, inventaris), sementara deskripsi produk
pustaka bersifat monolevel yang dituangkan dalam katalog.
Melihat perbedaan mendasar di atas, meskipun sama-sama dalam
rumpun informasi maka pengolahan arsip harus didasari pada ilmu tersendiri.
Karena prinsip-prinsip pengelolaannya berbeda antara arsip dengan bidang
pustaka atau bidang informasi lainnya.
2. Standar Deskripsi ( Description Standard)
Arsip yang disimpan di Lembaga Kearsipan merupakan informasi yang
tidak begitu saja dapat diakses, tetapi harus diolah terlebih dahulu sehingga
dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan oleh publik atau masyarakat.
Pengaturan arsip yang telah diserahkan oleh lembaga penciptanya ke lembaga
kearsipan hingga menjadii sumber informasi yang senantiasa dapat diakses
dilakukan melaui kegiatan penataan fisik dan informasi arsip statis.
Penataan arsip akan mudah dilakukan apabila seseorang memiliki
informasi banyak tentang arsip yang akan ditanganinya, baik mengenai identitas
pencipta arsip, sistem penataannya, riwayat arsip, kondisi atau keadaan arsip,
ataupun hal-hal lainnya. Karena itu Lembaga Kearsipan harus memiliki standar
deskripsi arsip statis yang berfungsi sebagai unsur kontrol terhadap pengaturan
arsip, sehingga Arsiparis dapat melakukan pendeskripsian arsip statis dengan
standar baku yang berlaku, baik secara nasional dan internasional.
ICA (international council on archvves) 2000, mendefinisikan deskripsi arsip
adalah penyusunan suatu gambaran yang akurat dari suatu unit arsip yang
dideskripsi secara lengkap beserta segenap komponennya. Gambaran tersebut
mencerminkan proses pelestarian, penataan, analisis dan pengaturan informasi
guna mengidentifikasikan bahan arsip tersebut, termasuk penjelasan konteks dan
sistem kearsipan yang melahirkan arsip tersebut.
Deskripsi arsip dimaksudkan untuk dapat memberikan akses informasi
mengenai asal–usul, isi dan sumber dari berbagai kumpulan arsip, struktur
pemberkasannya, hubungannya dengan arsip lain, dan cara bagaimana arsip
tersebut dapat ditemukan dan digunakan.
International Standard on Archival and Description (General) : ISAD (G),
ICA (2000), merupakan standar umum deskripsi arsip statis yang berlaku
Internasional. Deskripsi arsip disusun secara bertingkat (multilevel description)yang terdiri atas 26 elemen pendeskripsian arsip lembaga/instansi/organisasi
pemerintah. Keduapuluh enam elemen yang disampaikan dalam aturan umum ini
siap digunakan, tetapi tidak semua elemen mutlak digunakan dalam setiap
pendeskripsian arsip statis. Serangkaian elemen yang sangat dipertimbangkan
penting untuk pertukaran informasi deskriptif secara internasional adalah: 1)
identity statemen area, 2) context area, 3) content and structure area, 4)
conditions of access and use area, 5) allied materials area, 6) note area,
description control area.
Titik-titik akses informasi arsip statis didasarkan pada elemen-elemen
deskripsi. Nilai titik-titik akses ditumbuhkembangkan melalui kendali sumber.
Karena pentingnya titik akses untuk pencarian/penemuan kembali informasi,
telah dikembangkan suatu standar ICA terpisah antara arsip lembaga pemerintah
dengan nonlembaga pemerintah, International Standard Archival Authority
Record for Corporate Bodies, Persons and Families (ISAAR:CPF). ISAAR (CPF)
memberikan aturan umum untuk menyusun arsip yang menggambarkan badanbadan
hukum, perorangan dan keluarga, yang disebut sebagai pencipta (creator)
dalam pendeskripsian arsip. Elemen deskripsi ISAAR (CPF) 2004, meliputi : 1)
identity area, 2) description area, 3) relationship area, 4) control area, 5) relating
corporate bodies, persons and families to archival materials and other resources.
Dengan adanya standar deskripsi arsip statis, baik untuk khasanah arsip
statis yang berasal lembaga pemerintah (ISAD) atau nonlembaga pemerintah
(ISAAR) : swasta, ormas/orpol, personal, dan keluarga, maka pengolahan arsip
statis di Lembaga Kearsipan memiliki suatu pola baku/standar sesuai dengan
creating agency-nya, sehingga akses publik terhadap khasanah arsip statis lebih
meningkat.
3. Koordinasi (Coordination)
Koordinasi (coordination) adalah proses sikronisasi dan pembentukan
hubungan fungsional antar unsur-unsur dari suatu sistem atau sub-sistem, untuk
mencapai tujuan tertentu (Soekamto, 1983:69). Koordinasi, merupakan suatu
istilah singkat/pendek yang terkadang mudah untuk diverbalkan tetapi sulit
diimplementasikan.
Dalam lingkup archives management pekerjaan pengolahan arsip
merupakan salah satu sub sistem dari sistem pengelolaan arsip statis (akuisisi,pengolahan, pelestarian, akses dan layanan, pemanfaatan dan pendayagunaan).
Karena itu pelaksanakan kegiatan pengolahan arsip statis tidak akan berjalan
optimal tanpa adanya koordinasi kerja yang baik dengan unit kerja lain, seperti
Unit Kerja Pelestarian (Penyimpanan dan Reproduksi), Unit Kerja Layanan
Informasi.
Hubungan antarsubsistem tersebut dapat terlihat ketika Arsiparis hendak
mengolah arsip diperlukan khasanah arsip yang tersimpan di ruang penyimpanan
(depo) – tempat penyimpanan arsip statis. Koordinasi berfungsi sebagai unsur
kontrol pelaksanaan pengaturan arsip statis agar kegiatan pengaturan dan
pengaktualisasian data dapat berjalan efektif. Pengaturan arsip pada ruang
pengolahan tidak akan berjalan efektif apabila tidak ada hubungan kerja yang
harmonis antara Unit Kerja Pengolahan dengan Unit Kerja Penyimpanan Arsip.
Begitu halnya antara Unit Kerja Pengolahan dengan Unit Kerja Layanan Informasi
terutama ketika terjadi revisi atau pembaruan data (updating data) jalan
masuk/sarana penemuan arsip.
4. Ruang Pengolahan (Description Room)
Pekerjaan mengolah arsip adalah proses kerja kearsipan yang cukup
panjang, mulai dari survei, identifikasi, deskripsi, labeling, hingga penyusunan
finding aid. Karena itu pekerjaan mengolah arsip membutuhkan suatu ruang
khusus sebagai unsur pendukung pelaksanaan pengaturan arsip statis. Ruang
pengolahan yang ada harus dapat menciptakan efisiensi, efektivitas,
perlindungan/keamanan arsip, serta kenyamanan dan kreativitas bekerja
Arsiparis. Selain itu ruang pengolahan juga harus mempertimbangkan karakter
atau jenis media arsip. Persoalannya adalah bagaimana Lembaga Kearsipan
dapat mewujudkan pembangunan ruang pengolahan arsip yang seperti itu. Hal
ini menyangkut banyak hal yang harus dipertimbangkan atau dengan kata lain
diperlukan adanya studi kelayakan (feasibility study). Harus dilakukan kajian
untuk menjamin bahwa keberadaan ruang pengolahan arsip statis akan
menunjukkan secara nyata pada peningkatan efisiensi, efektivitas, keamanan,
kenyamanan dan kreativitas pengolahan arsip, yang hilirnya merupakan kinerja
Lembaga Kearsipan secara keseluruhan.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan berkaitan dengan
perwujudan ruang pengolahan seperti: volume arsip, jenis arsip, fasilitas, kualitas akuisi, keamanan dan pelestarian arsip. Dengan adanya studi kelayakan akan
dapat diambil keputusan tepat apakah suatu Lembaga Kearsipan sudah
memerlukan ruang pengolahan arsip yang menyatu dengan ruang
penyimpanan/depo atau terpisah dengan depo tetapi dalam satu area.
Secara umum volume, keamanan, media arsip, pelestarian dan kualitas
akuisisi arsip menjadi pertimbangan utama bagi Lembaga Kearsipan untuk
memutuskan pembangunan ruang pengolahan. Karena dalam konteks
manajemen kearsipan fungsi pengolahan arsip statis tidak terpisahkan dengan
fungsi lainya, yakni akuisisi, preservasi, akses dan layanan, serta pemanfaatan
dan pendayagunaan arsip statis.Oleh karena itu usulan pembangunan ruang
pengolahan arsip harus didukung data empirik mengenai volume arsip, jenis/tipe
arsip dan kualitas informasi.
Kenyamanan dan kesehatan pegawai juga penting untuk menjadi
pertimbangan pembangunan ruang pengolahan yang terpisah dengan wilayah
administasi. Kegiatan pengolahan arsip yang menyatu dengan wilayah
administasi pada Lembaga Kearsipan bukanlah suatu contoh yang tepat dalam
mengolah informasi arsip statis.
Studi kelayakan dapat dilakukan oleh pejabat fungsional Lembaga
Kearsipan atau memanfaatkan tenaga profesional dari instansi lain. Apa pun
yang menjadi pilihan hasil studi tersebut merupakan bahan yang harus dikaji
oleh manajemen. Dengan adanya persetujuan manajemen/pimpinan
pembangunan ruang pengolahan arsip dapat direalisasikan.
4. Peralatan (Tools)
Penataan arsip adalah tindakan dan prosedur yang dilalui dalam
pengaturan arsip berupa penempatan arsip dalam sarana kearsipan, misalnya
boks, amplop, can, rak atau lemari arsip sesuai dengan jenis arsip dan
perencanaan tata letak yang ditetapkan. Selain fasilitas ruang pengolahan,
pengaturan arsip statis membutuhkan unsur pendukung kerja, yakni peralatan
(equipments) dan sarana kearsipan (supplies). Hal ini diperlukan untuk
menyimpan arsip mulai dari level naskah (item), berkas (file), seri arsip (record
series) dan grup arsip (fonds). Umumnya pengaturan arsip statis memerlukan
peralatan kearsipan, seperti lemari atau rak arsip (stacks), boks, map/folder,
amplop, can, dan pembungkus lainnya. Peralatan maupun sarana kearsipan secara umum harus memperhitungkan dua hal, yakni bebas asam (acid free) dan
sesuai dengan kebutuhan karakteristik fisik arsipnya. Untuk sarana kearsipan
diharapkan menggunakan bahan dengan tingkat keasaman (pH) 7-8.
Secara umum ada empat jenis peralatan kearsipan, yakni peralatan untuk
arsip berbasis kertas (paper based), berbasis audio-visual (film, video, foto,
rekaman suara), berbas elektronik (magnetik, optik), dan arsip tanpa ukuran
(nonstandard size). Peralatan arsip yang digunakan dalam pengaturan arsip
statis harus memenuhi kebutuhan untuk perlindungan karakter fisik arsip
masing-masing jenis arsip, sehingga pengolahan atau pengaturan arsip
menjamin pelestarian arsip yang memiliki nilaiguna permanen.
Penataan arsip yang pada dasarnya adalah pengelolaan aspek fisik,
hanya dapat dilakukan setelah arsip dideskripsikan sesuai dengan ketentuan
yang teknis yang berlaku sehingga mencerminkan kelanjutan dari pengaturan
aspek intelektualnya. Ketepatan identifikasi arsip yang dibuat dalam rangka
penataan informasinya menjadi amat penting dalam penataan arsip karena
berkaitan langsung pada kemudahan temu baliknya (Terminologi Kearsipan
Indonesia, 2002:89).
Dalam penataan arsip audio-visual membutuhkan penanganan secara
intelektual dan teknik (intelectual and technical handling). Pendeskripsian arsip
audio-visual menuntut penyajian data intelektual dan data teknis secara akurat
dari arsip yang diolah. Data intelektual mencakup data yang berkaitan dengan
apa (masalah, judul/sub judul/subjek), siapa (pelaku) yang diwawancara, di
mana (lokasi), kapan (kurun waktu), masa putar (durasi), tahun pembuatan
(produksi), dsb. Sedangkan data teknis yang meliputi data tentang jenis arsip,
format atau ukuran, kualitas warna dan suara serta tingkat kerusakan.
Berkaitan dengan tuntutan ketersedian data intelektual dan teknik yang
dibutuhkan oleh user sesuai dengan jenis dan karakteristik arsip, maka dalam
mengolah arsip audio-visual suka atau tidak suka, peralatan seperti steenbeck
film, telesine, projektor, videocassette recorder, transcriber, tape player,
microreader, dll. harus senantiasa tersedia di Lembaga Kearsipan.
Selain peralatan operasional yang melekat pada aktivitas teknis
pengolahan informasi arsip, perlu juga dipersiapkan juga peralatan pendukung
kerja untuk melindungi kenyamanan dan kesehatan kerja Arsiparis, seperti
masker, sarung tangan, jas/jaket, sabun anti kuman.
6. SDM (Human Resources)
Arsip statis dikelola sebagai informasi mengandung pengertian bahwa
pengaturan arsip tidak semata-mata dari aspek fisik atau otentisitasnya,
melainkan justru terutama pada aspek informasi atau reliabilitasnya. Artinya baik
untuk arsip konvensional maupun audio visual atau pun arsip elektronik,
pengaturannya harus ditekankan pada pengelompokan berdasarkan unit-unit
informasi kegiatan yang siap pakai (ready to use) untuk kepentingan akses dan
mutu layanan kepada publik.
Untuk menjamin efisiensi dan efektivitas pengaturan arsip statis
diperlukan unsur pendukung kerja, yakni SDM kearsipan yang profesional. Dalam
hal ini dapat dimanfaatkan Arsiparis – Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenanang untuk melaksanakan kegiatan kearsipan (SK Menpan No.
09/KEP/M.PAN/2/2002) - yang memang telah dipersiapkan sebagai tenaga
profesional untuk mengolah arsip sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan
Menteri Negara Nomor 09/KEP/M.PAN/2/2002 tentang Jabatan Fungsional
Arsiparis dan Angka Kreditnya. Arsiparis sebagai tenaga profesional berhak untuk
mengolah/mengatur arsip statis di Lembaga Kearsipan tanpa harus ada
kekawatiran kesalahan pengaturan fisik dan informasi, maupun pembocoran
informasi.
Dengan adanya pengaturan arsip secara profesional oleh Arsiparis yang
memiliki kemampuan dalam manajemen kearsipan, ilmu pengetahuan, dan
menyukai kegiatan layanan jasa, serta memiliki kemampuan pendukung (bahasa
asing, teknologi informasi dan kmomunikasi) pada setiap Lembaga Kearsipan ,
maka pada gilirannya akan dimungkinkan terselenggaranya suatu sistem
kearsipan statis nasional secara terpadu dengan memanfaatkan perangkat
teknologi informasi dan komunikasi, baik dalam kerangka jaringan informasi
intern Lembaga Kearsipan (local area network) maupun jaringan informasi antar
Lembaga Kearsipan (wide area network) atau sejenis JIKN (Jaringan Informasi
Kearsipan Nasional). Dalam hal ini bukan saja dimungkin untuk mengetahui
khasanah arsip statis pada satu Lembaga Kearsipan, melainkan informasi
khasanah arsip statis antar Lembaga Kearsipan (ANRI, BKD, KAD).

dari :© Sub Bagian Publikasi dan Dokumentasi
Arsip Nasional Republik Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar